Dr. ANDRY CHRISTIAN, S.H., M.H., S.Kom., M.Th., C.Md., CLA, ASP, ASKC.Dr. ANDRY CHRISTIAN, S.H., M.H., S.Kom., M.Th., C.Md., CLA, ASP, ASKC.

INFORMASI TV | Sumedang, Jawa Barat – Kasus yang menyeret nama Kepala Desa Kawung Hilir, Kecamatan Cigasong, Kabupaten Majalengka, Hj. Yosa Novita (YN), memasuki fase krusial. Setelah sebelumnya dilaporkan ke Polres Metro Bekasi atas dugaan pemalsuan buku nikah (STTLP/2203/VII/2024/SPKT/POLRES METRO BEKASI/POLDA METRO JAYA), diambil informasi dari media online : cinews.id. Dan kini Pengadilan Agama Sumedang resmi membatalkan pernikahan antara YN dan seorang pengusaha berinisial ABS.

Putusan tersebut dikeluarkan dalam perkara Nomor 958/Pdt.G/2025/PA.Smdg, menyusul gugatan yang diajukan oleh istri sah ABS, berinisial TY. Majelis hakim mengabulkan seluruh permohonan TY dan memutuskan bahwa perkawinan antara YN dan ABS tidak sah secara hukum.

Perkawinan Tidak Sah, Akta Nikah Dibatalkan

Dalam pertimbangannya, Pengadilan Agama Sumedang menilai bahwa pernikahan tersebut tidak sah sejak awal karena dilakukan saat ABS masih terikat dalam pernikahan yang sah dengan TY. Akta Nikah Nomor 274/57/XI/2010 yang diterbitkan oleh KUA Conggeang, Kabupaten Sumedang, pun resmi dibatalkan.

Majelis hakim menyatakan bahwa pernikahan tanpa izin dari pengadilan dan tanpa persetujuan dari istri pertama melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Perkawinan serta Kompilasi Hukum Islam (KHI). Karena itu, seluruh akibat hukum dari pernikahan tersebut dianggap tidak pernah ada (ex tunc).

“Putusan ini memperjelas bahwa perkawinan poligami yang tidak melalui prosedur hukum adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum,” ujar Dr. Andry Christian, S.H., M.H., dari Kantor Hukum & Investigasi MAHANAIM LAW FIRM.

Dr. Andry menambahkan bahwa keputusan tersebut menjadi pengingat penting bahwa pelanggaran terhadap prosedur pernikahan tidak hanya menyalahi norma etika, tetapi juga berdampak pada sanksi hukum, baik secara perdata maupun pidana.

Dugaan Pemalsuan Buku Nikah dan Dokumen Ganda

Ketegangan dalam perkara ini semakin meningkat setelah tim kuasa hukum TY, yakni Siti Hagariyah, S.H. dan Asori Moho, S.H., mengungkap temuan mengejutkan berupa akta nikah lain dengan Nomor 230/3/1988, juga dari KUA Conggeang. Namun, akta tersebut tidak tercatat dalam arsip resmi KUA, sehingga memunculkan dugaan adanya praktik pembuatan buku nikah ganda.

Temuan itu telah dilaporkan ke aparat kepolisian sebagai dugaan tindak pidana pemalsuan, yang dapat dijerat dengan:

  • Pasal 263 KUHP: pemalsuan surat, dengan ancaman pidana hingga 6 tahun penjara.

  • Pasal 266 KUHP: memberikan keterangan palsu dalam akta otentik, dengan ancaman hukuman hingga 7 tahun.

Menurut kuasa hukum, keberadaan dua akta nikah dari KUA yang sama namun berbeda nomor dan isi memperkuat dugaan bahwa telah terjadi rekayasa dokumen untuk mensahkan pernikahan yang pada dasarnya tidak sah.

“Hal ini menjadi bukti bahwa ada upaya sistematis untuk mengaburkan status pernikahan yang tidak memenuhi syarat hukum sejak awal,” ujar tim kuasa hukum TY.

Upaya Klaim Warisan dan Dugaan Rekayasa Hukum

Selain persoalan keabsahan pernikahan, polemik semakin melebar ketika YN dan seorang pria berinisial YMS mengajukan permohonan penetapan ahli waris di Pengadilan Agama Kota Bekasi. Mereka mengklaim bahwa YMS adalah anak kandung dari hasil pernikahan antara YN dan ABS.

Namun, bukti administrasi menunjukkan YMS lahir pada tahun 1997, sementara pernikahan antara YN dan ABS baru terjadi pada 2010. Ketidaksesuaian waktu ini menimbulkan dugaan adanya rekayasa hukum untuk mengklaim warisan milik ABS dan TY secara tidak sah.

“Ini adalah indikasi kuat bahwa ada upaya hukum yang disengaja untuk merampas hak-hak sah istri dan anak-anak dari pernikahan pertama,” tegas Dr. Andry.

Sebagai respons, pihak TY telah mendaftarkan laporan pidana terkait dugaan keterangan palsu dan sumpah palsu di pengadilan, terdaftar dalam LP/B/575/III/2025/SPKT/Satreskrim/Polres Metro Bekasi Kota/Polda Metro Jaya, terkait perkara Penetapan Ahli Waris Nomor 0495/Pdt.P/2024/PA Bks.

Pasal 242 KUHP menyebutkan, siapa pun yang memberikan keterangan palsu di bawah sumpah di hadapan hakim dapat dikenakan pidana penjara hingga 7 tahun.

Komitmen Penegakan Hukum dan Perlindungan Hak

Kantor Hukum MAHANAIM LAW & INVESTIGATION OFFICE menyatakan bahwa kasus ini tidak hanya menyangkut persoalan rumah tangga, tetapi mencerminkan praktik penyalahgunaan hukum dan manipulasi dokumen negara untuk kepentingan pribadi.

“Kami ingin memastikan bahwa keadilan ditegakkan dan tidak ada pihak yang bisa menyalahgunakan hukum untuk merugikan istri dan anak-anak yang sah,” ucap Dr. Andry Christian, SH, MH.

Ia juga menyinggung istilah “cruelty by order” atau “tebang pesanan” — sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Dr. Suhandi Cahaya, S.H., M.H., MBA — yakni penggunaan mekanisme hukum secara sewenang-wenang untuk menekan atau menyudutkan pihak tertentu melalui keterangan atau dokumen palsu.

Melalui langkah-langkah hukum yang telah ditempuh, tim kuasa hukum berharap kasus ini menjadi preseden penting dalam menegakkan supremasi hukum terkait pernikahan, poligami, dan perlindungan terhadap hak-hak perempuan serta anak.

“Hukum harus menjadi alat keadilan, bukan sarana manipulasi. Tidak ada seorang pun yang berada di atas hukum,” tutup Dr. Andry.

/RED.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *