JAKARTA | Informasi TV- Pada hari Jum’at (02/02/2024), pukul 15.00 WIB hingga 17.00 WIB, bertempat di Gedung Cik9 Lt. 1, Ruang Tengah jalan Cikini Raya nomor 9, Jakarta Pusat, diadakan Acara Dialog Kajian dengan tema “Menagih Janji Capres Cawapres: Keadilan Agraria dan Kesejahteraan Sosial”.
Acara terselenggara oleh Pusat Kajian Hukum Agraria dan Sumber Daya Alam.
Sebagai narasumber acara, antara lain Pengamat Agraria Chandra Aprianto, Pengamat Pangan dan Pertanian Syaiful Bahari, dan Pakar Hukum Agraria / Hukum Pertanahan Aartje Tehupeiory.
Pengamat Agraria Chandra Aprianto menjelaskan bahwa perlunya ada perubahan peraturan-undangan mengenai hukum Agraria yang masih menggunakan hukum masa kolonial Belanda. “Perlu ada reforma Agraria. Perlu ada penyelesaian penyelesaian masalah Agraria, kadang hal tersebut dilupakan. Konsolidasi dan harmonisasi reforma Agraria harus dibangun dan penataan struktur juga harus diperhatikan agar Reforma Agraria tercapai,” tutupnya.
Chandra dalam pernyataannya yang mendesak agar nanti siapa pun presiden terpilih, harus segera membentuk Peradilan Khusus untuk menyelesaikan konflik atau menyelesaikan Agraria di luar dari Peradilan umum, dengan mengedepankan norma-norma dan azas hukum Keadilan Agraria.
Aartje Tehupeiory menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 pasal 33, bahwa sumber daya alam dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Segala regulasi mengenai Agraria di Indonesia masih ada kelemahan. Oleh karena itu perlu ada reforma Agraria. Harus meninjau juga etika dan moral dalam pelaksanaan pengelolaan Agraria. Penataan struktur yang lemah bisa mengakibatkan kekisruhan sehingga terjadi konflik agraria. Secara fundamental, reforma Agraria menyentuh program- program yang berhubungan dengan memenuhi kebutuhan kesejahteraan masyarakat,” jelas Aartje.
Aartje Tehupeiory juga menjelaskan bagaimana pengelolaan lahan-lahan pertanian harus juga diperhatikan dan konsekuen. ‘Berbicara Reforma Agraria, dalam penelitian kami, kurang nya standar hukum, pengaturan mengenai hak kepemilikan tanah dan lambannya menyelesaikan masalah konflik penyelesaian tanah. Harus ada pengadilan khusus yang mengadili masalah Agraria di Indonesia. Perlu ada juga sentuhan di bidang kesehatan, pendidikan dan lainnya. Para paslon Capres Cawapres harus menepati janjinya ketika mengemukakan visi misi mereka terkait Agraria saat berkampanye ke masyarakat Indonesia, ” ujar Aartje.
Syaiful Bahari menjelaskan mengenai pemetaan luas tanah (kekayaan darat), khususnya mengenai wilayah kehutanan dan pertanian. “Pengelolaan hutan tanaman industri (HTI) yang dikelola oleh korporasi sebesar 34,14 juta Hektar. Untuk korporasi 33, 22 juta hektar, sedangkan rakyat hanya 822.770 hektar. Untuk Pertanian, 27,72 juta rumah tangga tani terdata. Petani hanya menguasai 7 juta hektar.Melihat hal itu, sudah terlihat bahwa bagaimana struktur pertanian kita tidak berubah, masih seperti sistem kolonial yang hanya dikuasai oleh segelintir pihak.Tentunya sangat bertentangan dengan UUD 1945, Undang-undang Pokok Agraria 1960, TAP MPR RI Nomor IX tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.Tidak adanya komitmen dan kemauan politik dari pemerintah karena tidak ada ketegasan menyelesaikan masalah Agraria, “Pungkasnya.
Tata kelola agraria sudah banyak dikuasai oleh pihak yang bisa saja mengubah fungsi kelola tanah yang tadinya untuk pertanian atau perkebunan rakyat, bisa berubah fungsi sehingga menimbulkan kerugian bagi rakyat penghuni asli tanah tersebut.Harus ada klausul agar tidak boleh mengubah peraturan undang-undang pokok agraria yang sudah berlaku. Jika pihak iklan mau mencoba menabrak undang-undang Agraria, agar ditindak tegas, sehingga Keadilan dan kesejahteraan sosial warga Indonesia bisa tercipta, ” harap Syaiful Bahari. (JN).
[contact-form][contact-field label=”Name” type=”name” required=”true” /][contact-field label=”Email” type=”email” required=”true” /][contact-field label=”Website” type=”url” /][contact-field label=”Message” type=”textarea” /][/contact-form]