JAKARTA | Informasi TV – Jumat (06/10/2023), pukul 13.30 wib, bertempat di kampus Pasca Sarjana Universitas Kristen Indonesia, jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, diadakan acara Seminar mengenai Agraria dengan tema “Peringatan 63 tahun UUPA 1960: Quo Vadis Reforma Agraria.” Seminar tersebut membahas mengenai Undang-undang Pokok Agraria nomor 5 tahun 1960.
Narasumber dalam acara Seminar ini antara lain, Dr. Noer Fauzi Rachman (Tenaga Ahli Menteri ATR BPN Bidang Partisipasi dan Pemberdayaan Masyarakat), Iwan Nurdin (Majelis Pakar Konsorsium Pembaruan Agraria), Usep Setiawan, M.S (Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden), Dr. Aartje Tehupeiory, SH., MH. ( Pengajar Program Pasca Sarjana Hukum UKI/Pakar Hukum Pertanahan). Sebagai pemantik Diskusi Prof. Dr. John Pieris, SH., MS., MH. (Ketua Bidang Studi Doktor Hukum UKI).
Acara berlangsung secara Hybrid (online dan offline). Hadir dalam acara tersebut para mahasiswa program S1 dan S2 Universitas Kristen Indonesia /
UKI, juga beberapa praktisi hukum turut ikut dalam acara Seminar tersebut.
Prof. Dr. John Pieris, SH., MS., MH. (Ketua Bidang Studi Doktor Hukum UKI), “Masalah agraria, khususnya pertanahan sejak orde baru yang saat ini masih menjadi masalah, bahkan semakin pelik.Terkesan pemerintah kurang serius menanganinya. Itu terjadi sejak Indonesia merdeka sampai dengan saat ini. Satu fenomena menarik.”
“Adapun Solusinya antara lain:
1. Penggantian Nomenklatur Kementrian Agraria dan Tata Ruang menjadi Kementrian Reforma Agraria & Tata Ruang (KRATR).
2. Perlu reformasi komisi pemberatasan mafia tanah menjadi Komisi Pencegahan dan Pemberatasan Mafia Tanah (KPPMT) yang independen di bawah Presiden.
3. Perlu dibuat UU pembatasan penguasaan luas lahan tanah
(larangan latifundia-mengadopsi model/paradigma di Brasil).
4. Reformasi agraria harus menyeimbangkan peruntukkan/penggunaan tanah dengan menyelaraskan fungsi sosial hak atas tanah dan fungsi komersial hak atas tanah.
“Sudah waktunya merevisi UU No. 5 Taun 1960 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Agraria (UUPA), ” ujarnya.
Dr. Noer Fauzi Rachman melalui online (zoom) mengatakan mengenai tujuan strategis Reforma Agraria yang sudah dilakukan oleh Presiden RI Joko Widodo sejak 2014.”Kebijakan Reforma Agraria Evaluasi Presiden mengenai Kesenjangan Sosial. Dalam RKP 2017, Reforma Agraria menjadi Prioritas Nasional. Reforma Agraria adalah proses alokasi dan konsolidasi kepemilikan, keabsahan tanah dan lahan. Reforma Agraria bertujuan untuk menciptakan kebijakan pemerataan ekonomi, ” pungkas nya ketika mempresentasikan materi.
Usep Setiawan, M.S (Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden), “Masa depan Reforma Agraria di Indonesia. Dalam seminar ini kita mengkaji kembali Hukum Agraria nasional dalam konteks dan perspektif kekinian dengan tetap menjaga marwah cita-cita UUPA 1960. Mengkaji pelaksanaan program nasional Reforma Agraria.”
“Reforma Agraria di Era Jokowi ada beberapa aspek, antara lain termaktin dalam program Nawacita, masuk dalam RPJMN 2015-2019,masuk ke dalam RKP 2017 hingga RKP 2023. Dinamika Agenda Reforma Agraria dalam hal ini melalui 3 unsur, Pengetahuan, Gerakan, Kebijakan. Presiden harus pro kepada Reforma Agraria. Dalam tahun ke depan, memperdalam dan memperluas pengetahuan mengenai Reforma AgrariaAgraria, ” pungkas Usep Setiawan melalui zoom.
Melalui paparan Iwan Nurdin, mengatakan untuk melakukan koreksi atas ketimpangan struktur agrarian khususnya pemilikan, pengelolaan dan pemanfaatan tanah dan SDA melalui Landreform plus akses reform, menyelesaikan konflik Agrarian dan memperkuat ketanahan pangan, penciptaan lapangan kerja di pedesaan.
“Demokrasi dan Agraria bukan semata-mata bukan soal kepemilikan tanah. Suasana Demokrasi di Indonesia disesuaikan oleh keadaan. Juga terjadi terancam nya alat-alat kesejahteraan rakyat, juga terjadi menguatnya Oligarki politik dan ekonomi, ” jelasnya.
“Mafia administrasi pertanahan harus dicegah dalam pemprosesan sertifikat,” jelas Iwan.
Dr. Aartje Tehupeiory, SH., MH. ( Pengajar Program Pasca Sarjana Hukum UKI/Pakar Hukum Pertanahan), “Reforma Agraria tanah untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat. Filosofi Reforma Agraria bertujuan memajukan kesejahteraan umum, sumber daya Agraria untuk sebesar-besarnya kemakmuran. Mandat UUPA yang sangat populis karena sarat dengan semangat untuk menciptakan keadilan di bidang pertanahan dan mengutamakan masyarakat golongan ekonomi lemah.”
Penataan penguasaan, penggunaan dan pemberian hak atas tanah serta administrasi tanah harus diperhatikan bagaimana menangani masalah pertanahan tersebut.”
Catatan-catatan Dari Prespektif Hukum Agraria:
1. UUPA 1960 tidak lagi nenjadi dasar kebijakan hukum pertanahan nasional, terlebih lagi setelah berlakunya UU Ciptaker.
2. Perubahan palíng mendasar adalah mengenai Jangka waktu HGU lebih dari 100 tahun untuk investasi, merupakan contoh liberalisasí pertanahan semakin nyata di Indonesia.
3. Tidak diberlakukan UUPA 1960 sebagai payung hukun pertanahan nasional, mengakibatkan banyaknya konflik berbagaı daerah, salah satunya kasus pulau Rempang.
4. Karena ketidakpastian dalam penerapan UUPA 1960 mengakibatkan tidak adanya kepastian umum sehingga menciptakan mafia tanah makin banyak.
Percepatan Acces Reform Agraria Sangat Dibutuhkan:
1. Political Action yang sejati dan Political Culture yang Membumi.
2. Data Yang Objektif (Objek Tor Maupun Subjek Calon Penerima).
3. Peta Masalah Yang Faktual dan Realistis.
4. Grand Design/ Fokus Kegiatan Baik yang terpusat Maupun yang Lokal Persepsi yang sama antar Tingkatan dan Antar Anggota Gtra.
5. Sinergitas Dengan Stake Holders (Dalam Pendampingan dan Pemberdayaan).
Dengan acara ini, diharapkan menjadi edukasi, informasi dan menjadi bahan pertimbangan kepada semua pihak dalam menyingkapi Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960. (JN).